project7alpha.com

project7alpha.com – Mata uang Indonesia, Rupiah, mengalami penurunan nilai terhadap dolar Amerika Serikat, menembus angka Rp 16.300. Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), menjelaskan bahwa faktor utama penurunan nilai ini bukanlah akibat dari konflik geopolitik di Timur Tengah, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor musiman dan kebutuhan sektor riil.

Faktor Musiman dan Kebutuhan Sektor Riil

Dalam konteks persiapan Hari Raya Idul Fitri 2024, Jahja menyoroti peningkatan permintaan impor sebagai salah satu pendorong pelemahan Rupiah. Pengusaha lokal meningkatkan pembelian bahan baku untuk memenuhi lonjakan kebutuhan produksi menjelang Lebaran, yang secara tradisional melihat peningkatan konsumsi.

Penarikan Modal oleh Investor Asing

Lebih lanjut, Jahja mengidentifikasi aliran keluar modal oleh investor asing dari pasar saham dan obligasi Indonesia sebagai faktor yang berkontribusi pada tekanan nilai tukar Rupiah. Ia juga menyebutkan bahwa musim pembagian dividen pada kuartal pertama tahun 2024 telah mengarah pada pengaliran dana ke luar negeri, terutama kepada investor asing yang memiliki kepentingan di perusahaan-perusahaan Indonesia.

Sikap Bank Indonesia Terkait Intervensi Rupiah

Jahja menegaskan bahwa di tengah meningkatnya kebutuhan riil, Bank Indonesia (BI) memang belum mengambil langkah intervensi terhadap pelemahan Rupiah. Menurutnya, intervensi dalam situasi seperti ini tidak akan efektif dan hanya akan sia-sia.

Harapan Stabilisasi Nilai Tukar

Walaupun demikian, Jahja mengungkapkan harapan bahwa setelah periode tingginya kebutuhan dolar berakhir, bank sentral akan dapat mengambil langkah untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah sehingga nilainya dapat kembali ke angka yang lebih rendah, idealnya di bawah Rp 16.000.

Pelemahan Rupiah terhadap dolar AS didorong oleh faktor-faktor musiman dan peningkatan kebutuhan sektor riil, bukan karena gejolak geopolitik. Aksi penarikan modal oleh investor asing dan musim pembagian dividen juga memberikan dampak terhadap nilai tukar. Meskipun Bank Indonesia belum melakukan intervensi, ada harapan bahwa Rupiah akan stabil kembali setelah periode kebutuhan tinggi dolar berlalu.