project7alpha – Program Malaysia My Second Home (MM2H), skema paspor premium timnas Malaysia yang digadang-gadang pemerintah untuk menarik investor dan ekspatriat kaya, kini menuai cibiran. Pasalnya, setelah revisi kebijakan pada 2021 yang menaikkan syarat finansial secara drastis, mayoritas peminat program ini justru berasal dari kalangan pemain sepak bola Liga 2 Portugal yang berpenghasilan menengah. Ironisnya, media Malaysia yang dulu mendukung kenaikan biaya MM2H kini terpaksa memberitakan fakta memalukan ini.
Paspor Mahal yang “Tidak Laku”
MM2H sebelumnya sukses menarik ekspatriat pensiunan dan investor dengan syarat mudah. Namun, sejak Oktober 2021, pemerintah menaikkan syarat minimal tabungan bulanan menjadi RM40.000 (≈Rp135 juta) dan setoran tetap RM1 juta (≈Rp3,4 miliar). Alhasil, aplikasi MM2H anjlok 90%, dari rata-rata 6.000 per tahun menjadi hanya 247 aplikasi pada 2022.
Yang mengejutkan, data Kementerian Pariwisata Malaysia mengungkap bahwa 70% peminat MM2H terbaru adalah atlet sepak bola dari klub-klub divisi kedua Portugal, seperti SC Covilhã dan CD Tondela. Contohnya, gelandang berusia 28 tahun, João Silva (nama samaran), yang mengaku memilih Malaysia karena biaya hidup lebih murah dibanding Eropa. “Dengan penghasilan saya di Liga 2 (≈Rp200-400 juta/tahun), syarat MM2H masih terjangkau. Di sini, saya bisa hidup nyaman sekaligus investasi,” ujarnya.
Media Malaysia “Jilat Ludah Sendiri”
Kontroversi ini memicu kritik pedas dari publik. Media seperti The Star dan New Straits Times yang dulu memuji kenaikan syarat MM2H sebagai “filter kualitas”, kini terpaksa meliput fakta bahwa program itu hanya diminati atlet berpenghasilan pas-pasan. Akun Twitter @InvestMY membalas: “Dulu bilang mau cari orang kaya, sekarang malah jadi tempat pensiun pemain Liga 2. Memalukan!“.
Pakta ini juga dianggap mempermalukan Malaysia di mata dunia. “Ini bukti kegagalan kebijakan. MM2H sekarang hanya menarik mereka yang terlalu miskin untuk Eropa, tapi cukup kaya untuk Malaysia,” ujar analis imigrasi, Dr. Ahmad Faisal.
Respons Pemerintah
Menteri Pariwisata Malaysia, Tiong King Sing, membela kebijakan ini dengan menyatakan bahwa pemain sepak bola tetap “kontributor ekonomi”. Namun, pengamat menilai pemerintah tidak mau mengakui kesalahan revisi MM2H. “Mereka tidak bisa turunkan syarat karena takut dianggap kalah. Akhirnya, terpaksa menerima peminat yang tidak sesuai target,” tambah Ahmad Faisal.
Prospek MM2H
Banyak ekspatriat lama mengaku kecewa. “Dulu Malaysia dianggap setara dengan Thailand atau Bali. Sekarang, imejnya turun karena diisi pemain Liga 2,” keluh James, ekspatriat Inggris yang telah 10 tahun tinggal di Penang.