project7alpha – Eksekusi pengosongan Hotel Garden Palace di Surabaya yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis (19/12/2024) diwarnai kericuhan. Kericuhan terjadi ketika tim juru sita PN Surabaya berusaha melakukan pengosongan gedung hotel, namun dihalangi oleh sejumlah orang yang mengaku dari pihak pengelola hotel.
Kericuhan dimulai setelah Juru Sita PN Surabaya, Darmanto Dachlan, selesai membacakan penetapan eksekusi. Pintu masuk hotel telah ditutup dan dibarikade dengan berbagai barang milik hotel, sehingga petugas kesulitan untuk memasuki area hotel. Ketegangan memuncak ketika sejumlah orang yang diduga merupakan pihak dari pengelola hotel berusaha mencegah petugas pengadilan dan aparat keamanan memasuki area hotel.
Aksi saling dorong antara petugas pengadilan dan pihak yang menolak eksekusi tidak dapat dihindari. Dalam upaya menerobos blokade, petugas akhirnya memecahkan pintu kaca lobi hotel yang digembok rapat. Perlawanan dari pihak pengelola hotel berhasil diredam dengan cepat setelah aparat kepolisian dan TNI yang bertugas mengamankan lokasi bertindak tegas. Beberapa orang yang diduga terlibat dalam upaya penghalangan eksekusi langsung diamankan untuk mencegah kericuhan lebih lanjut.
Pihak pengelola hotel, PT Mas Murni Indonesia (MAMI), menyatakan keberatan terhadap pelaksanaan eksekusi tersebut. Menurut mereka, proses hukum terkait status pailit PT MAMI masih berjalan di pengadilan, sehingga eksekusi dianggap tidak memiliki dasar yang kuat. Pengacara PT MAMI, Shoinuddin Umar, menyatakan bahwa ada informasi yang menyebut perkara mereka telah dicabut, padahal mereka tidak pernah mencabutnya. Ini adalah hal yang keliru dan menimbulkan banyak pertanyaan.
Eksekusi ini juga berdampak pada nasib para karyawan hotel. Perwakilan manajemen hotel, Pieter, menyoroti dampak besar dari eksekusi ini terhadap nasib ratusan karyawan yang kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba, yang otomatis membuat mereka tidak berpenghasilan. “Kami sangat terpukul dengan keputusan ini. Ada banyak karyawan yang harus menanggung beban ekonomi keluarga mereka. Eksekusi ini bukan hanya soal bangunan, tapi juga tentang kehidupan manusia,” ungkap Pieter penuh emosi.
Proses eksekusi dilakukan setelah PT Tunas Unggul Lestari (TUL) memenangkan lelang aset Hotel Garden Palace dengan nilai Rp217 miliar. Meskipun mendapat penolakan dari pihak termohon, PT TUL tetap mengajukan permohonan eksekusi. Pengacara PT TUL, Lardi, menegaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan hak yang telah dimenangkan secara hukum. “Kami memahami adanya keberatan, tetapi eksekusi ini adalah hak yang harus ditegakkan. Kami telah memenuhi semua prosedur hukum yang berlaku,” ujar Lardi.
Untuk mengamankan proses eksekusi, PN Surabaya mengerahkan dua peleton personel Polrestabes Surabaya dan satu kompi Polda Jawa Timur. Selain itu, ratusan tenaga teknis dilibatkan untuk memindahkan properti dari dalam hotel. Meskipun sempat ricuh selama kurang lebih 30 menit, petugas gabungan tetap mengeksekusi dan berhasil mengosongkan hotel tersebut.
Eksekusi pengosongan Hotel Garden Palace di Surabaya yang diwarnai kericuhan menunjukkan betapa kompleksnya masalah hukum dan sosial yang terkait dengan proses eksekusi aset. Sementara pihak pemenang lelang menegaskan bahwa eksekusi dilakukan sesuai dengan prosedur hukum, pihak pengelola hotel dan karyawan merasa terpukul dengan keputusan ini. Proses hukum yang sedang berjalan dan dampak sosial yang ditimbulkan menjadi poin penting yang perlu dipertimbangkan dalam kasus ini.