Kebijakan Larangan Study Tour Jabar Picu Kerugian Miliaran, Pengusaha Travel Protes

project7alpha – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melarang kegiatan study tour atau karyawisata bagi sekolah di wilayahnya menuai reaksi dari pelaku usaha travel di kawasan Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan). Sejumlah pengusaha mengaku mengalami pembatalan pesanan secara masif sejak aturan tersebut diumumkan pekan lalu.

Larangan untuk Efisiensi Anggaran dan Fokus Pendidikan

Dalam surat edaran resmi yang dikeluarkan pada 1 Juni 2024, Pemprov Jawa Barat menyatakan study tour seringkali tidak sejalan dengan tujuan pendidikan dan berpotensi menyia-nyiakan anggaran sekolah. Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan, “Kebijakan ini diperlukan agar dana pendidikan dialokasikan untuk program yang lebih prioritas, seperti perbaikan fasilitas sekolah atau pelatihan guru. Siswa juga harus fokus pada pembelajaran di kelas.”

Larangan ini berlaku untuk semua jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMA negeri maupun swasta. Pemerintah provinsi juga mengklaim adanya laporan penyalahgunaan dana study tour untuk kegiatan wisata rekreasi yang kurang edukatif.

Dampak pada Pelaku Usaha Travel

Di wilayah Ciayumajakuning, yang dikenal sebagai pusat layanan travel antarkota, kebijakan ini langsung berdampak signifikan. Asosiasi Pengusaha Travel Ciayumajakuning (Astaci) mencatat lebih dari 200 paket study tour dibatalkan dalam tiga hari terakhir.

“Rata-rata, satu travel kehilangan 5–10 pesanan per minggu. Ini setara dengan kerugian sekitar Rp200–500 juta per bulan untuk seluruh anggota kami,” keluh Ahmad Faisal, Ketua Astaci. Ia menambahkan, study tour menyumbang 40% pendapatan usaha travel lokal, terutama selama musim liburan sekolah.

Beberapa pengusaha menyayangkan keputusan ini diambil tanpa dialog terlebih dahulu. “Kami siap berkoordinasi dengan pemda untuk menyusun agenda study tour yang benar-benar edukatif. Larangan total justru mematikan usaha kecil,” ujar Siti Marwah, pemilik CV Rajawali Tour.

Respons Pemprov dan Harapan Mediasi

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Ahmad Hadadi, membantah bahwa kebijakan ini bersifat permanen. “Larangan bersifat sementara sembagi kami evaluasi mekanisme study tour. Kami terbuka untuk berdiskusi dengan pihak travel dan sekolah guna merancang skema yang lebih bermanfaat,” jelasnya.

Sementara itu, sejumlah sekolah di Kuningan dan Majalengka mengaku telah mengalihkan anggaran study tour untuk pembelian buku perpustakaan atau renovasi ruang kelas. Namun, orang tua siswa seperti Dewi Sartika (45) menyatakan, “Study tour penting untuk pengalaman anak. Pemerintah seharusnya mengawasi, bukan melarang.”

Proyeksi ke Depan

Astaci berencana mengajukan surat keberatan resmi ke Pemprov Jabar pekan depan. Mereka juga mengusulkan pembentukan tim verifikasi untuk memastikan kegiatan study tour memenuhi standar kurikulum. Di sisi lain, Pemprov menggarisbawahi bahwa pelanggaran aturan akan dikenai sanksi tegas, termasuk pemotongan dana BOS.

Terkait hal ini, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan, “Kebijakan kami tidak untuk menghambat usaha travel, tetapi memastikan transparansi anggaran pendidikan. Jika ada masukan konstruktif, kami siap pertimbangkan.”

Analisis ekonom Universitas Swadaya Cirebon, Dr. Rina Wijayanti, memprediksi, larangan ini berpotensi mengurangi perputaran ekonomi di Ciayumajakuning hingga Rp10 miliar per tahun. Namun, ia mengingatkan, “Edukasi dan transparansi harus seimbang agar tidak ada pihak yang dirugikan.”